Siapa aku jika tampamu

Mutiara terindah

Mutiara terindah
Siapalah aku jika tampa mu wahai guru ku ..

ruh merupakan representasi dari penangkap ilmu spirtual dan yang mempunyai potensi untuk menghubungkan manusia dengan sang Khaliqnya, selain dari peran alat-alat lainnya. Ketiganya bahu membahu memberikan kontribusi pencapaian ilmu dalam diri manusia, baik yang bersifat husuli ataupun bersifat wusuli seperti dijelaskan di atas.
Menurut Imam al-Ghazali, filosof Muslim yang tenar dengan “Tahafut al-Falasifah”-nya ini, ruh itu adalah raja dalam tubuh manusia, panglimanya adalah akal, pembantunya adalah nafsu dan prajuritnya adalah panca indera atau jasad. Sehingga, ilmu yang dicapai semestinya, ilmu wahyu menjadi porosnya dan ilmu-ilmu yang lain menjadi panglima dan pembantu-pembantu kepada ilmu wahyu.
Apa Peran Guru dalam Ilmu?
Tentu saja yang mampu mentransfer ilmu seutuhnya, baik yang level bawah (sensible knowledge), menengah (theoretical knowledge) maupun atas (spiritual knowledge), hanyalah guru sejati. Orang boleh saja berkilah bisa mendapatkan ilmu sendiri secara otodidak atau mengatakan mau belajar saja dari pengalaman (experience is the best teacher), namun yakinlah tidak akan sempurna ilmunya. Bahkan, sangat besar potensinya untuk sesat bahkan menyesatkan.
Adab Muslim pada Guru
Makanya, menarik sekiranya penulis karya ulama yang kitabnya dibaca turun temurun di pesantren, yaitu Ta’lim al-Muta’allim yang ditulis oleh Burhanuddin al-Zarnuji, menyatakan dalam syair yang dikutipnya, sebagai berikut
Kata beliau, “Engkau tidak akan mencapai ilmu itu kecuali dengan enam hal. Aku akan jelaskan kepadamu secara garis besarnya: cerdas, sungguh-sungguh, sabar, ada bekal, ada guru yang membimbing dan masa yang panjang.”
Ia jelas-jelas meletakkan peranan guru sebagai salah satu syarat mutlak mendapatkan ilmu. Jika tidak dipenuhi, maka ilmu itu tidak akan engkau capai (lan tanal).
Ini pernyataan bukan serba-serbi atau penghias bibir saja. Benar adanya bahwa tanpa guru kita akan kehilangan inti ilmu, ilmu yang hakiki mustahil didapat. Bahkan akan berpotensi besar menuju kesesatan. Makanya dalam Islam ada ilmu sanad, di mana ilmu itu mengalir melalui periwayatan sejak Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam, kepada para sahabat, kepada para tabiin, kepada para tabiuttabiin, kepada para ulama dan sampailah ilmu itu kepada kita semuanya.
Guru adalah mursyid, pembimbing. Di zaman kini, di dunia akademik maupun di perusahaan, ada konsultan atau supervisor. Guru adalah mirip-mirip dengan itu, yang membing, mensupervisi, menjadi konsultan kita dalam meniti jalan mencapai ilmu mengenali kebenaran hakiki.
Apa gunanya semua itu? Gunanya agar potensi kesalahan tidak banyak dan kesuksesan lebih mudah diukurnya.
Menurut al-Zarnuji dalam Ta’lim-nya, guru ibu bapak kita dalam ilmu. Oleh karena itu guru harus kita ta’dzimi dan hormati. Bahkan saking urgennya guru, Khalifah keempat Ali r.a menyatakan:
“Aku adalah hamba orang yang mengajariku satu huruf. Jika ia mau bisa menjualku dan bisa juga memerdekakanku.”
Dengan artian, bukan berarti Sayyidina Ali r.a. ingin menjadi budaknya guru, namun saking terhormatnya seorang guru di mata Islam, maka seakan-akan kita menjadi budaknya. Walaupun tentunya tidak bisa dengan ini seorang guru semena-mena memperlakukan murid-muridnya.
Seorang guru hakiki itu sudah mempunyai seribu pengalaman, semantara murid masih sebiji sawi pengalaman. Oleh karena itu, jika kita mau menjadi orang yang betul-betul berilmu harus mempersering satu forum, satu meja, bahkan talaqqi dengan guru. Ada pepatah Arab yang senada dengan ini:
Maksudnya, seorang murid itu baru permulaan dalam menuntut ilmu, sehingga pengetahuannya masih terbatas. Sementara syeikh, guru, sudah nihayah, mempunyai pengetahui yang kompleks. Jika sering-sering murid bersama guru, tanpa perlu banyak baca buku akan mendapatkan ilmu-ilmu yang dipancarkannya, baik melalui statemen-statemennya maupun dari uraian-uraiannya yang merupakan saringan dari berbagai buku hasil bacaannya.
Tidak Mudah Menjadi Guru Sejati
Menjadi guru bukan sekedar mentrasfer ilmu, lalu selesai, seperti di zaman kita hari ini. Di dunia modern, guru tak ubahnya sebatas pembantu kita mentrasnfer ilmunya kepada kita. Jika demikian yang terjadi, itu namanya sekedar pengilmuan, menjadikan kita mengetahui ilmu yang diajarkan. Padahal, guru tidak semudah itu tugasnya. Guru adalah mereka yang mempunyai beban mengantarkan muridnya menjadi beradab.
Mendidik manusia beradab tidak semudah mentransfer ilmu. Sebab, menjadikan orang beradab itu berarti menjadi orang disiplin dalam dirinya, diri dengan alamnya, diri dengan Penciptanya. Dan tugas ini tidak bisa diemban kalau hanya menjadi guru kelas kacangan, kelas guru-guruan. Mesti guru sejati yang mengembannya.
Mengapa demikian? Hal itu karena yang mau dididik itu manusia, bukan hewan, bukan binatang. Manusia secara komprehensif sudah disinggung di atas, mempunyai jasad, akal dan ruh. Pendisiplinan jasad, akal dan ruh dalam sebuah proses pendidikan itu yang dinamakan ta’dib. Yakni menjadikan manusia beradab, dan menjauhkan manusia dari biadab atau bidunil adab.
Manusia yang sudah beradab pasti mengenal dan mengakui Allah Subhanahu Wata’ala. Mengenal maksudnya sudah berilmu dengan ilmu yang komprehensif, apakah ilmu yang level rendah, menengah dan tinggi, sebagaimana disebut di atas, sehingga tahu hakekat kebenaran (haqiqatul asya’) dan mengakui dengan artian ia berkomitmen menjalankan atau mengamalkan ilmunya sesuai yang diinginkan oleh Sang Pencipta sistem kedisiplinan (adab), baik dalam mikrokosmos (manusia) ataupun dalam makrokosmos (alam raya). Itulah yang disebut pendidikan sebenarnya dalam Islam. Dan itulah sebenarnya tugas guru sejati. Dari sini kita akan melihat bahwa menjadi guru sejati itu tidaklah semudah menjadi pentransfer ilmu saja.
Seorang guru sejati adalah yang fokus kepada tugas pendisiplinan (ta’dib) murid-muridnya. Ia tentu saja tidak disibukkan dengan urusan dunia, seandainya itu dalam keadaan normal. Walaupun ada kondisi di saat ini kondisi guru sangat sulit karena kurang diperhatikan oleh penguasa, sehingga guru-guru terpaksa berbisnis sebagai aktifitas sampingan. Padahal semestinya, sebagai pengemban tugas yang berat, kesejahteraan guru sudah terjamin. Sebab, ilmu yang hendak disampaikan atau murid yang hendak mencari ilmu, akan berhadapan dengan ilmu yang tak terbatas banyaknya.

#Dabitanmurid

Index

Berita Lainnya

Index